Total Pageviews

Thursday, October 7, 2010

Tiiiiiiinnn! Braaaakkkk! Twuing twuing......

Pagi ini tidak ada yang istimewa saat bangun saur dan bangun pagi.
Mandi, kemudian berangkat kantor dengan "Si Dukun", tidak lupa mengucapkan basamallah (kayaknya.....).

Beberapa puluh meter tiba di kantor.....
Tiba-tiba di depanku ada motor bebek memotong jalan, dengan sangat lambat.
Sementara aku yang mengendarai "Si Dukun" dengan agak kencang, tak kuasa mengerem (rem-nya bukan cakram, pula...).

Aku mengklakson: "Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnn!"
Seperti yang diduga: "Braaaaaaaaaaaakkkkkkk!"
"Si Dukun" menabrak bagian kanan motor Beat pak Pun (demikian dia mengaku namanya).

Secara fragmen scene per scene, bisa kurasakan wajahku demikian menuju langsung ke aspal yang tidak steril itu.
Ugh! Agh! Bruk.....
Daku yang tiada pernah mengikuti pelajaran bagaimana cara jatuh yang baik, bersentuhan keras dengan aspla dengan kedua tanganku, kemudian bak murid Jet Li, daku berpaling ke kiri dan menjatuhkan bahu kananku. Terdengar suara kaca helm pecah dan bagian kanan helmu yang tergerus aspal....
Untunglah helm cakil.... Bila tidak, oh wajah kiyut daku ini bisa kacau.....

Daku tergeletak di tengah jalan.
Orang berduyun datang memberi bantuan, dan berceloteh saling menyalahkan.
Pandangan gelap. Kucoba berdiri, bisa, tapi semakin gelap......
Kucoba duduk, lututku perih, tanganku sakit dan tidak bisa digerakkan.....

Dalam kegelapan mata itu, si pak Pun melemparkan beberapa lembar uang pecahan Rp 20ribu ke atas pangkuanku.
"Wey! Apa ini? Maaf, saya bukan orang seperti itu yang mau selesaikan masalah dengan uang!" teriakku.
SIALAN! Kalo gepokan duit pecahan seratusan ribu sih gue mau aja... Nah ini, cuma beberapa lembar pecahan dua puluh ribu...
(Jiah, teuteup aja jiwa matrenya jalan, walopun ampir pingsan....)
Dua orang Satpam mencoba menenangiku.

Kemudian kami berkumpul ke tepi jalan, daku masih kegelapan, dan hampir pingsan.
Kucoba untuk tidak pingsan, dan kupaksa diriku untuk bisa mencatat nomor motornya pak Pun (sementara ybs hanya kebingungan dan mengucap bahwa dia sedang terburu-buru...)

"Saya mau tetap puasa!" ototku (maksudnya: aku ngotot), terhadap pak Sigit dan pak Subekti (Satpam) yang menyodoriku Aqua gelas...
Akhirnya diputuskan untuk ke klinik.
Klinik pertama, dokternya baru saja pulang ke Karawang. Aduh.....
Klinik kedua, dokternya sedang mandi.
Kami tunggu berempat: daku, pak Pun (Beat), pak Sigit (Satpam), dan pak Subekti (Satpam).

"Pak Fadjar!" demikian sang dokter memanggil. Daku agak heran, koq tiada suster?
"Ya, Om!" jawabku sambil meringis menahan sakit.
Dan aku pun masuk ke ruangan dokter sambil tertatih-tatih ditemani pak Subekti.

Jiah.... Dokternya masih brondong! Di bawah daku sekitar 5 tahunan, kali.
Langsung aja kuajak ngobrol santai dan kumarahi serta kuteriaki saat Dokter Brondong itu menyakitiku dengan larutan Betadine dan larutan NaCl....
"Itai yo, bakajanoooooooooooo omae! Shimiruuuuuuuuuuuuuu.....!"
Pokoknya sumpah serapahku untuk sang Dokter Brondong itu.

Dia tak menampilkan senyumnya sedikitpun.
Berbicara dalam logat Jawa, kutanyakan asalnya....
"Malang," ujarnya. "Saya UGM lho" tukasku, walopun dia enggak tanya.
"Koq enggak mudik?"
"Asli Jakarta sih..."
"Udah lulus Sarjana Kedokteran kan? Ambil profesi apa?"
"Udah dong, Pak. Dokter umum aja. Kalo masih Sarjana Kedokteran, enggak boleh jadi dokter jaga."
"Oh..... Dan aku enggak mau disuntik loh, Dok! Aku tetep mau puasa...."

Kemudian dia nyengir memamerkan gigi serinya yang ada gigi matinya satu biji (gigi seri kanan).
Jiah.... Ckakakakakakak!

Pak Pun agak panik, hingga dia menelepon kerabatnya untuk datang.
Daku keluar ruangan dokter dan menenangkan pak Pun.
"Tenang aja, pak Pun... Tenang! Ngk akan repot koq," kataku.
Urusan administrasi selesai, pak Pun pun membayarkan.
"Tuh kan, Pak? Enggak lebih mahal dari uang yang tadinya mau dikasihin ke saya kan?"
Pak pun nyengir memamerkan giginya yang aduh.... Kayaknya dari lahir enggak pernah ke dokter gigi deh.

Kami pun kembali ke TKP melalui jalan tikus yang benar-benar jalan untuk tikus (sempitnyaaaaaa).
Setibanya di TKP dan bersalam-salaman, kunasihati pak Pun:
"Pak, kalo orang lagi hampir pingsan itu jangan disodori uang! Hampir pingsan lagi pandangan gelap lho, Pak. Nah, cuma segitu sih mana saya mau? Kecuali bergepok-gepok uang pecahan seratus ribu, barulah saya mau!" Pak Pun pun nyengir.
"Saya minta maaf karena kurang hati-hati, dan telah menyita waktu Bapak" ujarku (padahal durasi sejak Brak! sampe kembali ke TKP hanya sekitar 40 menit)

Kami pun bersalaman dan said goodbye.

Kemudian daku beralih ke "Si Dukun"....
Ow Em Ji.... a.k.a. Ow May Jooood....
Dashboard pecah (jiah, bahasanya dashboard...), spion menyon, kap depan tergores (jiah, bahasanya kap depan...), pijakan kaki kanan melenting ke belakang, dan tuas pindah gigi jadi berbentuk rambut kepang.
Lemes lagi.
Kucoba start, untung bisa.
Tuas ganti gigi yang terkepang itu, berhasil diuraikan oleh pak Subekti. Makasih, Pak!
Pelan tapi tidak pasti, kukemudikan "Si Dukun" ke parkiran.
Dan tertatih-tatih kumasuki kantor.

"Pak Fadjar, katanya kecelakaan?" kekhawatiran Nia-san sedikit menghangatkan hatiku.
"Iya, nih liat lecet dan celana robek...."
"Itu sih pasti kecelakaan besar, Djar. Buktinya celanamu sampe robek di kedua lutut..." Ko Rahmat bersimpati.

Sesampainya di mejaku, aku diminta menceritakan kronologis kejadian.
Semua tertawa mendengar kisah Dokter Brondong bergigi mati satu itu..... LOL.
Dan kini aku tidak bisa mempergunakan jari tengah kanan kiriku, karena bengkak membesar 130% dari ukuran normal.

Intinya: Memang harus hati-hati mengendarai motor, walaupun jalanan sepi bukan berarti tidak ada kendaraan lain/pejalan kaki, perlengkapan keselamatan yang komplit sangat mendukung (jaket tebal, helm cakil, sarung tangan...)

Kerugianku:
1) Motor musti masuk bengkel (sekalian emang udah diniatin ganti oli).
2) Kaca helm pecah (tapi tetap kucinta helm merahku, tak kan berganti pada helm lain)
3) Kedua tangan belum bisa menggenggam
4) Lecet besar di balik telapak tangan, kedua tangan (sendi paling awal saat tangan menggenggam)
5) Lecet sangat besar di kedua lutut
6) Celana abu-abu kesayanganku musti dipotong jadi celana pendek aja
7) Jam tangan Swatch klasik aku baret sangat besar (HIKS!)
8) Kepala agak pusing

Menjelang Lebaran, adaaaaaaaaaaaaaaa aja musibah.
Tapi alhamdulillah, tidak ada sesuatu yang fatal.
Kayaknya "Si Dukun" beneran musti diganti kali, ya? Duh, kasian si Dukun....

Jakarta, 8 Sep 2010

Repost: 101007

1 comment:

mario herlan said...

kereen jar.. teruskan menulisnya yaa.. gw juga lagi belajar menulis, siapa tau bisa belajar juga ama loe.. lanjuut..